Animal Instink
“Kemajuan, kesuksesan dan kenikmatan yang kita raih dapat
menguburkan kita ke tanah pemakaman yang disebut ‘comfort-zone’.”
Beberapa saat sebelum badai Tsunami menerjang Aceh dan beberapa
belahan dunia yang lain, seorang korban di Aceh yang berhasil selamat
menuturkan di sebuah harian bahwa ia sempat curiga dengan burung-burung yang
berwarna putih berterbangan. “Pertanda buruk,” katanya sambil berbalik arah
menuju bukit. Benar, beberapa saat kemudian air laut meluap di depan mata.
Rupanya binatang mempunyai naluri yang baik akan tanda-tanda alam. Di Sri
Lanka, seperti dilaporkan CNN, juga jarang ditemukan bangkai binatang, meskipun
jasad manusia bertumpuk di mana-mana. “No elephants are dead, not even a dead
hare or rabbit. I think animals can sense disaster. They have a sixth sense.
They know when things are happening,” kata H.D. Ratnayake, Deputy Director of
Sri Lanka’s Wildlife Department, seperti
dikutip CNN.
dikutip CNN.
Lain lagi dengan apa yang dilaporkan New York Post – Online
Edition. Beberapa sukarelawan penyayang binatang yang juga bergerak setelah
badai Tsunami itu menemukan kenyataan bahwa justru yang banyak menjadi korban
adalah binatang piaraan di rumah-rumah, jarang ditemukan korban dari binatang
liar. “Wild animals seemed to sense the massive tidal wave approaching, and
escaped to higher ground. But many pets refused to abandon their human owners,
and livestock was often penned or tied down and could not escape,” kata seorang
a animal-welfare experts said seperti dutilis New York Post – Online Edition.
Menarik, beberapa binatang piaraan segan untuk meninggalkan rumah pemiliknya
dan mati bersama-sama dengan tuannya. Di satu sisi ini bisa kita pahami sebagai
bentuk ‘kesetiaan’, di pihak lain –ini yang saya duga– binatang piaraan itu
sudah “mati rasa” instingnya dibanding binatang sejenis yang masih ada di hutan
belantara. Barangkali mereka sudah terlalu lama menjadi binatang piaraan,
sehingga tidak bisa bergerak dari daerah “comfort-zone”-nya.
Dalam hal tertentu, kemajuan yang diciptakan manusia telah
menciptakan jebakan kepada dirinya sendiri. Seperti halnya nasib binatang
piaraan itu, manusia pun akhirnya mati terkubur bersama “kemajuan” yang
diciptakan di tanah yang disebut “comfort-zone” itu. Manusia lupa, bahwa mereka
harus tetap bersahabat dengan alam, dengan tetap mengasah insting.
sumber : google.com
0 komentar:
Posting Komentar